Warna mata Mina Brata sama hitam pekatnya dengan
mata sang ayah, namun mata Abdar Brata berkilat-kilat penuh jenaka, kilatan
yang sama sekali tidak tampak di mata Mina saat itu karena ia sedang sangat
marah. Ia melontarkan tatapan tajam kepada ayahnya dari tempat duduknya yang
empuk.
"Semua ini salahmu,
Ayah," ujarnya dengan tegas.
Ayahnya mengangkat alis.”Semua apa?”
“Bomantara”
Ayahnya
menarik napas panjang sambil menenggelamkan kedua tangannya kedalam kantong
celana hitamnya. Rambutnya yang sudah memutih tertiup oleh angin, dan keningnya
pun berkerut. “Ayah mengerti maksud Mina,” ia mengakui. “Tapi aku sebenarnya
bermaksud baik.”
“Yang
Mina maksud bukanlah usaha-usaha ayah untuk menjodohkan Mina,” Mina
menjelaskan. Tangannya melicinkan kerutan di jilbab hijaunya. “Tapi yang aku
permasalahkan adalah kenyataan bahwa ayah begitu kaya raya.”
“Sebenarnya
ayah sudah sering berniat untuk menyumbangkan seluruh harta kekayaan ayah dan
akan hidup hanya beralaskan tanah serta belas kasihan orang lain,” ayahnya
bergumam, dengan maksud untuk berolok-olok.
Mina
menghembuskan nafas dan merajuk, “Mina tidak akan pernah tahu apakah laki-laki
menginginkan Mina sebagai pribadi atau hanya ingin uang ayah saja,” katanya. “Bomantara
dulu tampak begitu memuja Mina, dan Mina pun…..sudah sayang. Sampai Mina tahu
bahwa dia mau meminangku hanya hanya sekedar mengejar ambisinya menjadi rekan
ayah dirumah sakit. Entah darimana dia mendapatkan ide itu?”
Ayahnya
membalik badan dan memandang keluar jendela. “Lihatlah senja begitu indahnya,” katanya
penuh kenangan. “Bayangkan, seandainya sekarang masih ada bunda”
“Ayah
mencoba mengalihkan pembicaraan, ya?” Mina menantang.
Ayahnya
mengangkat kedua bahunya sambil meliriknya. “Bukan. Tapi darimana asalnya kamu bisa
menilai bahwa Bomantara seperti itu? Apa ada yang menghasutmu sedemikian rupa?
Jangan terlalu berpikiran buruk Mina,” Ayahnya mencoba mengingatkan.
“Tapi
aku tidak miskin----itulah masalahnya”
“Bomantara
masih menjadi calon yang baik menurut ayah sekarang,” ayahnya membela diri.
Ya
memang begitulah pemikiran ayah, Mina berkata dalam hati. Ayahnya
memperkenalkan Bomantara pada saat Mina hadir di salah satu acara amal yayasan
yang dimiliki ayahnya. Abdar Brata merasa bahwa putri semata wayangnya ini yang
sudah menginjak usia tiga puluh tahun ini sudah sepantasnya hidup
berumahtangga. Sehingga beberapa tahun terakhir ini ayahnya gencar mengenalkan
kolega, kenalannya kehadapan Mina. Laki-laki yang dibawa ayahnya pun tidak
sadar atas perbuatan ayahnya ini, walau ketara sekali dimata Mina. Apalagi
sudah tiga tahun terakhir Mina tidak tampak membawa lelaki sebagai teman malam
minggunya seperti tahun-tahun sebelumnya. Ditambah tiga tahun ini Mina
ditinggal menikah oleh pacar terlamanya Tubagus, dan Mina langsung berubah
menjadi muslimah. Berpakaian tertutup, jilbab yang nangkring dikepalanya.
Perubahan ini membuat ayah khawatir setelah terbiasa melihat Mina tanpa jilbab.
Takut terbawa aliran sesat kata ayahnya.
Bomantara
memang tampak seperti calon yang menjajikan. Sebagai dokter muda dan sudah
spesialis pula, ia menarik perhatian Abdar Brata setelah bertemu disalah satu
konfrensi kedokteran. Keesokan hari ayahnya menyeret Bomantara kedepan Mina
dengan bangga.
Dari
pihak Bomantara terlihat langsung terpesona dan mulai mendekati Mina dengan
penuh maskulin. Gaya mendekati Bomantara itu yang membuat Mina terperdaya
sampai Mina kemarin menemukan Bomantara terlihat sedang mesra dengan seorang
perempuan disebuah restoran. Mina tidak langsung melabrak karena Mina pikir
hubungan mereka belum sampai sana, tidak ada pengikat, dan tidak ada pernyataan
cinta apalagi meminang hanya omongan, belum menjadi kenyataan. Walau kesal
sudah merasa dipermainkan oleh laki-laki baru dikenalnya. Rasa kesalnya masih
sama, dan Mina pikir dengan merajuk ke ayahnya akan bisa melupakan pintu
hatinya yang sudah mulai terbuka.
“Aku
ingin dicintai karena Allah dan diriku sendiri ayah” Mina menggumam.
Alis
mata ayahnya kembali terangkat.”Ayah sayang kepadamu.”
“Bukan
itu ayah……”
“Apa?
Kamu gak mau pacaran, ya sudah ayah kenalkan. Apa salahnya?” Tanya ayahnya
dengan bingung.
Mina
kehabisan kata-kata ingin menjelaskan maksud dari perkataannya. Mina hanya
ingin melupakan yang sudah lalu dan pintu yang sudah tertutup ini ternyata
diketuk kembali, tapi Mina kecewa walau dia belum sempat minta penjelasan
kepada Bomantara.
-------
Dilain
tempat Bomantara kebingungan, karena sejak kemarin Mina tak pernah angkat
telepon atau hanya sekedar membalas pesannya. Dia khawatir apa gadis pujaannya
sedang sakit atau benar-benar sedang menghindar seperti apa yang dia rasakan
saat ini. Kalau menghindar ada apa dan kenapa. Bomantara tidak pernah
berhubungan dengan wanit kecuali ibunya dan keempat kakak perempuannya.
Salam,
Mamak Geha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar